Pagi
ini udara menghembuskan nafasnya yang segar, dan sinar matahari dengan setia
menemaninya. Seperti biasa aku melangkahkan kakiku menuju sebuah sekolah elit
dipertengahan kota, tempat dimana aku mencari sebuah ilmu (itu kata orang
tuaku). Sampailah aku di sekolahku tercinta, saat di lapangan basket tiba-tiba
saja langkahku terhenti ketika aku melihat seseorang yang belum pernah aku
lihat sebelumnya. Dia sangat berbeda, ya dia begitu cantik. Lama sekali aku
memandanginya dan tiba-tiba saja..
“aduh...maaf ya!gue gak sengaja,”
katanya dengan langkah cepat meninggalkanku.
“iya gak papa kok,” jawabku.
Cewek
itu menabrakku sampai aku tidak tahu harus bagaimana. Dia begitu cepat pergi.
Aku terus melihatnya, sampai dia lari masuk kekelas. Setelah dia masuk kekelas,
aku sempat meliha wajahnya terlihat suram, matanya kosong, pucat, bibirnya biru
dan sedikit kehitaman. Sebenarnya dia memiliki wajah yang cantik, tetapi
kecantikannya ditutupi oleh kemuraman wajahnya. Aku kembali melangkahkan kakiku
menuju bangku. Dan aku belajar seperti biasanya.
Setiap
hari secara tidak sengaja aku melihat cewek muram itu di gang dekat kamar
mandi. Dia selalu duduk sendirian di lantai dengan posisi kaki ditekuk seperti
kedinginan. Lama-lama aku penasaran juga, aku amati cewek itu. Aku lihat dia
menggigil seperti kedinginan dan mencoba untuk menghangatkan tubuhnya dengan
memasukkan tangannya kesaku jaketnya. Kasihan juga melihat seorang cewek dengan
keadaan seperti itu. Aku coba untuk mendekati dan memberikan jaketku untuknya
agar dia tidak terus duduk disitu dengan keadaan seperti itu. Dan dia
menerimanya dengan sebuah senyuman yang tidak bisa aku lupakan sampai kapanpun.
Saat
di kelas pagi itu, pelajaran Biologi tentang zat-zat psikotropika. Orang yang
terkena narkoba akan sering menggigil kedinginan, wajahnya muram, wajahnya
pucat, dibawah mata terdapat kantung dan berwarna hitam. Sesaat aku teringat
gadis itu, apakah gadis itu pecandu narkotika? Sepulang sekolah, aku mencoba
mendatangi tempat dimana gadis itu biasa kedinginan. Aku hanya ingin tahu
apakah ada bekas-bekas narkotika disana. Tetapi tidak ada, aku tidak melihat
apa-apa. Suatu kondisi yang sedikit melegakanku. Akhirnya aku pulang seperti
biasanya, ditengah jalan kaki dan fikiranku menyuruhku untuk melewati sebuah
gang kecil yang arahnya menuju gudang belakang. Aku putuskan untuk hanya
melewatinya saja. Hatiku berkata lain, hati ini terus bicara ingin sekali
melihatnya, tidak tahu kenapa aku merasa akan ada sesuatu yang terjadi. Hati
kecilku mengatakan bahwa aku harus kesana.
Sesampainya
aku didepan gudang, sungguh tidak kusangka aku melihat gadis itu bersama
seorang cowok yang merangkul pundaknya, didepannya ada dua pasang kekasih yang
tengah bercumbu dan dua lelaki yang sedang merokok. Terlihat gadis itu sangat
menyukai keadaan tersebut. Tiba-tiba saja seorang lelaki yang merokok tadi
menyuruh si gadis untuk menelan sesuatu. Dan mataku tidak sakit, kelihatan
sekali bahwa itu adalah obat. Gadis itu mencoba menolak dan bahkan brontak.
Namun, ia dipaksa oleh cowok yang merangkulnya, sepertinya dia kekasihnya. Yang
aku lihat dia benar-benar dipaksa, sampai akhirnya tidak berdaya dan
menurutinya. Ingin sekali aku menolongnya, tetapi aku tidak mau berurusan
dengan anak-anak seperti itu.
Beberapa
hari kemudian, saat aku belajar dikelas dan bercanda-canda dengan
teman-temanku, aku melihat gadis itu berada di depan kelas dan berbicara dengan
salah seorang temanku.
“sorry, apa bener ni kelasnya Dony?”
tanyanya.
“iya, emang kenapa?” temanku tanya
balik ke gadis itu.
“Donynya ada?” tanyanya kembali.
“oh, lo nyari Dony. Tar gue
panggilin.” Jawab temanku.
Tidak
lama kemudian salah satu temanku memanggilku.
“Don, ada yang nyari tuh !” kata
temanku.
Aku
berjalan keluar. Aku mencari siapa yang memanggilku, ternyata adalah gadis itu.
Aku memandangnya ku lihat gadis itu berjongkok, kemudian aku mendekatinya.
“lo nyari gue? Ada apa?” tanyaku
sambil mengajaknya berdiri, serasa menahan rasa dingin tubuhnya.
Lalu
dia memberiku sebuah tas kecil dan tangannya terus bergetar.
“ini jaket yang lo kasih pinjem ke
gue kemarin, makasih ya.” Katanya dengan suara khas dan merdu.
“oo, iya sama-sama sebenernya sih
gak usah lo balikin juga gak papa. Ngomong-ngomong nama lo siapa?” tanyaku
penasaran.
“nama gue Lara !” sahutnya diikuti
sebuah senyuman. Baru kali ini aku melihatnya tersenyum, sungguh manis sekali.
Tapi,
tiba-tiba saja....
“bebh kemana aja sih?” kata Andre
cowoknya Lara sambil menarik Lara pergi.
Lara
ditarik menjauhi ku. Mereka pergi dan aku mengikuti mereka diam-diam.
“huhhh, apa-apaan sih!pake
narik-narik gue segala!” ucap Lara kesal.
“siapa tadi?” tanya Andre sedikit
curiga dan marah.
“temennya feri, tadi Cuma suruh
balikin jaket doang kok!” jawab Lara sedikit takut.
“beneran lo gak bohong kan?” tanya
Andre lagi.
“i..iya...beneran!gue gak bohong
kok!” jawab Lara.
“emmm, bebh kumpul ma anak-anak
yuk!tapi kamu jangan nolak lagi, enak kok! Gak sampek bikin kita mati.” Bujuk
Andre ke Lara.
Lara
hanya tersenyum, dia terlihat takut dan tidak nyaman dengan hal itu. Aku hanya
bisa mengikuti, melihat dan mendengarkan percakapan mereka. Pada akhirnya aku
tidak tega kalau Lara terus-terusan diperlakukan seperti itu oleh kekasihnya
sendiri. Akhirnya aku berinisiatif untuk membawa Lara pergi dan terhindar dari
obat-obatan itu. Setelah pulang sekolah, aku langsung menuju kelas Andre untuk
mengatakan sesuatu.
“Andre!!!” teriakku saat aku bertemu
dengannya di depan kelasnya.
“kenapa?lo yang tadi sama Lara kan?”
tanya Andre kepadaku.
“iya, aku mau bilang kalo hari ini
Lara pulang cepet. Tadi dia bilang ada urusan sama kakaknya.” Jawabku dengan
wajah yang meyakinkan.
“beneran gak!?” tanya Andre dengan
nada curiga.
“iya..beneran lah. Lo pikir gue
bohong gitu?gak guna lagi!”kataku meyakinkan.
Akhirnya
setelah lama membujuk Andre, aku berhasil. Setelah itu aku mencari Lara. Dan
segera membawanya pergi dari sekolah.
“Lara, ayo kita pergi!!!” kataku
sambil menggandengnya.
“kemana?” tanyanya kepadaku.
“ayo deh, pokoknya lo ikut gue
sekarang!” kataku sambil menyuruhnya naik motorku dan kami pun pergi
meninggalkan sekolah. Di perjalanan Lara hanya diam. Sesaat kemudian dia
mengeluarkan suaranya..
“Don, napa lo bawa gue cepet
pulang?” tanyanya.
“kenapa? Lo tanya kenapa?! Ya buat
nyelametin lo lah. Dari anak-anak pemakai obat setan itu lah!!” jawabku sedikit
marah, karena aku benar-banar khawatir.
“tapi ntar lo bisa diapa-apain Andre
kalo dia tahu sebenernya lo slametin gue dari mereka!” jawabnya.
“gue gak peduli! Gue cuman gak mau
lo dipaksa-paksa buat make’ barang haram itu!”
“emang lo tahu gue dipaksa Andre?”
tanyanya penasaran.
“jujur, sebenernya gue udah lama
penasaran ama lo sejak lo tabrak gue dilapangan basket beberapa hari yang
lalu.” Jelasku.
“setelah gue ngeliat lo menggigil
didekat kamar mandi, gue jadi semakin penasaran. Dan gue berniat buat bantuin
lo Lara. Tapi sebenernya gue sendiri bingung musti ngelakuin apa. Gue gak tega
liat lo dopaksa minum tu obat!!” tambahku.
“lo gak takut kalo Andre dan
temen-temennya bikin onar kekamu?” tanya Lara.
“enggak!! Ngapain takut?!! Gue gak
salah kok!!” jawabku.
Lara
hanya tersenyum dan akhirnya terdiam. Kami pun melanjutkan perjalanan. Setelah
beberapa menit akhirnya kami tiba di rumahku.
“Lara, ni rumah gue. Mari silahkan
masuk....” ajakku padanya.
“napa lo bawa gue kesini?” tanyanya.
“maaf sebelumnya, gue cuman gak mau
lo diapa-apain sama Andre. Gue tau lo takut sama dia. Makanya tadi lo
cepet-cepet gue bawa pergi. Maaf banget sebelumnya.” Kataku.
“ohhh, gak papa kok! Gue pulang ya?”
kata Lara.
“gue anterin ya? Kan udah sore.”
Pintaku.
“gak usah, makasih.” Jawabnya dan
pergi.
Sebelum
keluar pagar rumahku, dia melambaikan tangannya dan tersenyum kepadaku dan aku membalasnya
dengan senang hati.
Hari
demi hari aku lewati dengan rasa penasaran terhadap Lara. Sampai akhirnya aku
putuskan untuk menyelidikinya. Karena seperti ada yang mendorong untuk
mengetahui lebih lanjut tentang dia. Mulai hari itu aku menyelidiki tenteng
Lara. Bagaimana karakternya, tentang keluarganya, dan kebiasaannya. Tapi bosen
juga kalau hanya mengintai. Namun pengintaianku berhenti sejenak karena aku
masih ujian.
Aku
mendapat tugas dari guru untuk meneliti anak-anak yang terkena narkoba di panti
rehabilitas. Aku mencoba mencari seluk-beluk narkoba. Aku mencari informasi itu
dari banyak sumber, salah satunya aku mencari di warnet dekat rumahku. Setelah
2 jam aku browsing, sekarang aku tahu betapa meruginya dan sangat berbahaya
bagi si pecandu.
“uhhhh, slesai juga akhirnya.”
Kataku.
Ketika
aku akan membayar, tak ada penjaga yang stay di server. Namun aku kaget ketika
melihat penjaga warnet itu muncul, yang tidak lain ternyata Lara.
“lho, Lara! Lo ngapain disini?”
tanyaku.
“eh, elo Don. Iya nih, sepulang
sekolah aku kerja disini.” Jelasnya dengan senyum ramah.
“kok lo kerja disini Ra?” tanyaku
lagi.
“ya buat nambah uang saku aja.
Bantuin kakakku.” Jawabnya.
Aku
tersenyum mendengar ucapannya. Aku salut padanya.
Semakin
hari semakin aku dekat dengannya, semakin besar pila rasa suka ku padanya.
Tetapi aku harus tetap melanjutkan misiku untuk meneliti anak-anak pecandu
narkoba itu. Aku mencoba mengintai di tempat yang sering dipakai anak-anak
badung itu memakai narkoba.
“hey...ayolah Lara telen!!! Gak papa
kok...!” bujuk Andre pada Lara.
“iya...tenang aja! Enak kok!” bujuk
salah satu teman Andre.
“engggggggaaaaaakkkk, gue gak
mau!!!!” kata Lara menolak.
Lara
terus dipaksa, tangan dan kakinya ditahan oleh mereka. Sedangkan Andre yang
mencekoki barang haram itu ke mulut Lara. Sementara di salah satu sudut ruangan
itu ada seorang cowok yang menggigil kecanduan obat. Kemudian ada yang
mendekatinya,
“makanya, bawa uang dong lo!!jangan
cuman minta !!” kata orang itu.
Cowok
itu terus menahan rasa sakit dan menggigil. Tidak beberapa lama kemudian, Andre
dan teman-temannya meninggalkan cowok itu dan pergi membawa Lara dengan keadaan
Lara yang sangat buruk. Aku tidak sanggup melihatnya. Kemudian beberapa saat
setelah mereka pergi, aku langsung mendekati cowok itu dan membawanya pulang
kerumahku. Cowok itu ternyata bernama Bimo, dia temannya Andre. Sesampainya
dirumah, aku menyuruhnya untuk mandi dan kemudian aku ajak dia sholat dan
belajar bersama. Dia tinggal bersamaku, aku selalu berusaha menjauhkan dia dari
Andre dan teman-teman.
“Don, napa lo nolongin gue?” tanya
Bimo mulai sedikit terbuka.
“siapa gue! Ya kasihan gue ngeliat
lo ditinggalin sama mereka.” Jelasku.
“lo gak ada maksud lain kan?”
“hmmm, sebenernya ada.”jawabku.
“tuh, bener kan!! Lo mau apain gue
Don?”
“lo kenal Lara kan?” tanyaku.
“Lara? Napa? Lo suka sama dia?”
“emmm, iya.” jawabku jujur.
“sebenernya gue kasihan sama dia.
Sebenernya Lara gak suka sama Andre. Tapi gara-gara kakaknya punya utang 10juta
dan kakaknya gak bisa bayar maka Lara lah taruhannya atau kakaknya akan
dibunuh.” Jelas Bimo dengan serius.
“apa??!!! Terus?” tanyaku makin
penasaran.
“sejak saat itu Lara selalu patuh
ama si Andre. Disuruh minum-minuman keras, dijadikan boneka buat Andre, bahkan
sampek dipaksa make narkoba. Selain itu gue juga gak rela kalo Lara
diperlakukan serendah itu sama Andre dan temen-temennya.”
Mendengar
semua itu aku semakin ingin membebaskan Lara dari anak-anak yang tidak berguna
itu.
Sampai
pada suatu hari....
“emmm, maaf banget gue gak bisa.”
Kata Lara.
“oh, gak papa kok, gue ngerti. Gak
seharusnya juga gue lancang ngomong gini keelo. Maafin gue Ra.” Kata ku sedikit
kecewa.
“iya maafin gue, gue gak bisa!! Gue
gak bisa bohong kalo sejujurnya gue juga sayang ama lo Don.” Katanya dengan lembut
dan disambut dengan senyum manisnya.
“lo serius Lara? Makasih ya. Gue
janji bakal terus sayang sama lo, gue bakal jagain lo terus Ra. Makasih banyak.
Gue sayang lo.” Ucapku tulus dan haru.
Aku
terkejut dan tidak menyangka kalau Lara akhirnya mau menerimaku.
Hari
demi hari aku lewati dengan tenang. Karena kini Lara selalu ada disampingku,
aku juga senang melihat perkembangan hidup Lara menjadi lebih baik. Aku salut
dan simpati padanya, walaupun dia masih sering merasakan efek dari obat-obatan
itu, Lara tetap semangat untuk selalu berusaha menghindari segala sesuatu yang
dapat mengulang masa lalunya itu. Jika dia merasa menggigil, dia selalu
mengurung diri didalam kamar dan mengalihkan fikirannya dari obat-obatan itu.
Lara sangat bersemangat dalam sekolah da kerja part-time nya itu. Aku tidak
pernah malu memiliki pacar seorang mantan pengguna narkoba. Aku bangga karena
dia mulai belajar hidup mandiri dengan pekerjaannya.
Pada
suatu pagi, ketika aku, Bimo dan pacarnya belajar di rumah Lara, ada sesuatu
yang mengagetkan. Ada sebuah mobil yang berhenti di depan rumah Lara. Kemudian
turunlah seorang cowok dengan khasnya berjalan masuk.
“Lara, siapa dia?” tanyaku
penasaran.
“kakakku, feri.” Jawabnya dengan
ramah.
Kemudian
Lara masuk ke dalam dan tidak lama kemudian Lara kembali mengajak kami keluar
dan masuk ke dalam mobil tadi bersama kakaknya.
“Lara, kita mau kemana?” tanyaku
penasaran.
“udah, lo diem aja jangan bawel!
Duduk yang manis ya.” Ledek Lara.
Lara
hanya tersenyum dan tidak mengatakan kemana tujuan kami. Beberapa menit
kemdian, mobil memasuki kawasan perumahan elit, dan aku semakin bingung. Aku
berada di kawasan orang-orang besar. Kemudian, mobil berhenti di depan rumah
yang tidak kalah mewah dengan rumah-rumah yang ada di perumahan itu.
“ayo turun !” ajak Lara.
“Lara, ini rumah siapa? Terus maksud
lo apa bawa kita kesini?” tanyaku penasaran.
“udah, liat aja ntar.” Tegasnya.
Kami
turun dan masuk.setelah kami masuk ternyata kami disambut oleh kedua orang tua
Lara.
“Don, kenalin ini papa – mamaku.
Mereka baru pulang dari Jerman 3 hari yang lalu.” Jelas Lara.
“Om, tante kenalkan saya Dony.” Kata
ku lembut.
“Lara sudah banyak cerita tentang
kamu nak, terima kasih untuk semua kebaikkanmu selama ini.” Kata papa Lara
sambil tersenyum lebar.
“iya om, sama-sama. Saya sudah cukup
senang bisa bantu dan menjaga Lara.” Jawabku.
Sebenarnya
Lara adalah anak dari pengusaha kaya. Selama ini Lara tidak mau bicara keadaan
keluarganya yang sebenarnya, karena dia ingin mendapatkan teman yang tulus
sayang padanya, bukan pada harta orang tuanya. Aku senang bertemu keluarganya.
Sekarang aku merasa kebahagiaan berakhir ditanganku dan aku telah menemukan
fakta hidup bahwa seseorang di dunia ini tidak hanya menumpang di bumi, tetapi
kita harus dapat memanfaatkan dan menghidupkan hidup ini. Aku juga banyak
belajar dari Lara. Aku bersyukur dapat membantu Bimo dan Lara dari pergaulan
yang berlembah hitam. Hanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan lah yang mampu
melindungi diri ini.



0 komentar:
Posting Komentar